Dari berbagai peristiwa bersejarah itu seakan merepresentasikan bahwa Mahasiswa mengerti dan peduli terhadap problematika yang menyelimuti negeri ini, dari sana juga kita bisa melihat betapa hebatnya mahasiswa bisa menjalin kekuatan massa yang cukup besar dalam merobohkan dominasi penguasa tunggal negeri ini meski upaya perobohan rezim itu baru terealisasi pada 1998.
Berbicara mengenai sejarah mahasiswa Indonesia tentunya akan sangat panjang dan penuh perjuangan. Namun berbicara mengenai mahasiswa Indonesia sekarang, seakan tidak pernah jauh dari kehidupan malam, shopping, mall, travelling, drugs, free sex, alcohol, dan sebagainya, meski juga banyak prestasi internasional yang diraih mahasiswa indonesia.
Yah, kita tidak bisa menyalahkan atau mempermasalahkan mahasiswa yang demikian, karena mereka seperti itu karena sistem yang tercipta, yakni bea masuk perguruan tinggi yang mahalnya bukan main baik swasta maupun negeri, apalagi jika kita menengok UGM, UI dan ITB, mahalnya bukan main.
Mungkin karena kebanyakan berisikan orang-orang yang mapan secara ekonomi (mengingat masuk kuliah bisa lewat jalur swadaya/kemitraan/kasaranya jalur duit. Baca juga tulisan penulis “sekilas tentang hedonisme” di kompasiana tentunya) atau orang-orang yang kuliah untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan gaji tinggi, sehingga mereka apatis aja deh dengan segala permasalahan di negeri ini. Ndak perlu repot-repot mikirin politik, pemerintahan, permaslahan bangsa dan lain sebagainya, sekarang yang dipikirin gimana caranya biar bisa kuliah dengan IP yang bagus terus dapat kerja, kuliah sambil kerja, atau kuliah sambil bersenang-senang. Dimana dari aktivitas itu, tentunya secara tidak langsung menjauhkan mereka dari masyrakat, maka jangan heran jika mahasiswa sudah tidak lagi menjadi penyambung lidah rakyat alias tidak lagi menjadi agen perubahan layaknya mahasiswa angkatan 60-an hingga 1998. Mahasiswa bukan lagi sosok kritis yang peka terhadap segala perubahan yang ada di sekitarnya, padahal harapan masyarakat terhadap mahasiswa juga cukup besar karena masyarakat beranggapan bahwa mahasiswa adalah sosok intelektual yang bisa menyalurkan aspirasi rakyat.
Namun tampilan mahasiswa sekarang seakan meragukan masyarakat untuk “meminta” pertolongan mahasiswa, mengingat sekarang mahasiswa lebih suka menampilkan sosok eksklusif yang tidak bisa merasakan derita rakyat dan memahami problematika bangsa. Mereka hanya bisa ngemall, dugem, ngedrugs, free sex, autis dengan dunianya, dan lain sebagainya. Mungkin orang-orang desa saja yang masih berpikiran bahwa mahasiswa itu orang pinter dan bisa banyak bantu masyarakat (ini dampak dari program KKN). Hehehe
Sekarang semakin sedikit mahasiswa yang aktif dalam kegiatan organisasi, baik organisasi ektra kampus (HMI,GMNI,PMII,KAMMI,dll) maupun himpunan mahasiswa jurusan hingga BEM. Yah, mereka lebih senang menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, syukur-syukur ada yang bekerja atau belajar.
Penulis secara pribadi juga mengakui bahwa mahasiswa sekarang lebih menampilkan sosok “arogan” secara intelektual dan sosok yang “apatis” dengan segala perubahan yang ada di masyarakat. Mereka lebih menampilkan eksklusivitas dengan hanya berkumpul sesama mahasiswa tanpa ada dialektika atau obrolan yang bermanfaat, hanya bersenang-senang dan ngegosip sana-sini. Sedangkan yang arogan secara intelektual lebih banyak mengahabiskan waktu dengan belajar tanpa peduli ada apa dengan temannya atau masyarakat, yang penting kuliah dapet IP Cumlaude dan bisa bicara hanya berdasar teori tanpa implementasi.
Mahasiswa oh mahasiswa…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar